SENGON (Paraserianthes falcataria) merupakan salah satu pioneer pohon multipurpose tree species di Indonesia. Pohon ini menjadi bahan baku yang sangat baik untuk industryikarena kecepatan tumbuh yang baik, dapat hidup diberbagai kondisi tanah, serta bahan baku yang baik untuk industri panel kayu dan kayu lapis.
Kebutuhan kayu sengon ini cukup besar karena kayu sengon sering dipakai untuk bahan baku meubel berkualitas menengah ke bawah, penyangga cor bangunan, pembuatan rumah, bahan baku kertas dan lain lain.
____________________________________________________________________
BACA JUGA: Pestisida Nabati Pengganti Pestisida Kimia
____________________________________________________________________
Pohon sengon umur setahun dapat mencapai tinggi tujuh meter dan umur 12 tahun dapat mencapai tinggi 31 meter dengan diameter lebih dari 60 cm dan tinggi cabang 10 – 30 m. Diameter pohon yang sudah tua dapat mencapai satu meter bahkan kadang lebih. Batang umumnya tidak berbanir, tumbuh lurus dan silidris.
Pohon sengon memiliki kulit licin, berwarna abu-abu atau kehijaau-hijauan. Pada umumnya tidak berbanir meskipun di lapangan kadang dijumpai pohon dengan banir kecil. Tanaman sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, alluvial dan latosol yang bertektur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar pH 6 -7.
Hamparan Tanaman sengon yang siap di panen/Wida Darwiati
Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman sengon anatar 0 – 800 m dpl. Walaupun demikian tanaman sengon ini mudah dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m dpl. Sengon termasuk jenis tanaman tropis sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18 – 270C.
Tanaman ini membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah dan memiliki curah huan tahunan yang berkisar antara 2000 – 4000 mm. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50%-75%.
____________________________________________________________________
BACA JUGA: Solusi Mikroba untuk Reklamasi Lahan Tambang
____________________________________________________________________
Budi daya tanaman sengon akan dipengaruhi oleh beberapa faktor pembatas atau penghambat pertumbuhan. Salah satu faktor pembatas utama adalah serangan hama tanaman. Hama tanaman sengon merupakan organisme pengganggu tanaman dari binatang, serangga, mamalia, nematode (cacing) dll.
Turunkan produktivitas
Secara umum hambatan yang disebabkan oleh serangan hama dapat menurunkan hasil produksi rata-rata sekitar 12-15 %. Pada tanaman dan kondisi tertentu hambatan hama tersebut dapat menurunkan produksi hingga 100%.
Salah satu hama potensial menyerang sengon adalah ulat dari species Xystrocera festiva dari bangsa kumbang (ordo Coleoptera) yang memakan kulit batang dan kayu bagian dalam batang. Nama lain dari hama ini yang sering dikenal oleh masyarakat adalah hama penggerek batang. Hama boktor atau lebih dikenal dengan sebutan hama kumbang uter-uter, hama engkes-engkes, hama boktor wowolan dan hama ulat serendang.
Gejala batang sengon yang rusak akibat serangan hama boktor/Wida Darwiati
Gejala serangan boktor pada kondisi awal saat ulat menetas belum tampak. Akan tetapi perkembangan selanjutnya akan segera tampak dengan cepat. Kulit batang pecah-pecah lalu mengeluarkan cairan coklat sampai kehitaman.
Adanya serbuk gerekan halus yang menempel pada permukaan kulit batang merupakan petunjuk terjadinya gejala serangan awal. Gejala lanjutannya terjadi ketika terdapat lubang gerekan dan kotoran gerekan di permukaan batang dalam jumlah banyak dan besar.
Gerekan kotoran digunakan sebagai lorong pelindung ulat dalam menggerek kulit batang bagian luar. Serangan yang berat bisa menyebabkan pohon patah pada bekas gerekan.
Umumnya serangan hama ini terjadi pada batang pohon yang berdiameter lebih dari 15cm atau pada pohon sekitar umur dua tahun. Bekas lubang gerekan akan tampak pada potongan kayu gelondongan (log) yang berlubang berwarna coklat kehitaman sehingga menurunkan kualitas kayunya dan tidak memenuhi standar untuk kayu pertukangan.
Imago (kumbang) dari hama boktor berwarna coklat kekuningan. Seekor imago betina dapat meletakan telurnya sampai 400 butir, stadium telur 15 sampai 20 hari, larva yang keluar dari telur mulai menggerek kulit bagian dalam dan kayu muda secara bergerombol kearah bawah.
Imago yang sudah keluar dari batang sengon/Wida Darwiati
Bagian pohon yang digerek akan mengeluarkan cairan sehingga terlihat berwarna hitam atau coklat. Apabila kerusakan pohon tidak terlalu berat maka pohon akan menyembuhkan diri dengan membentuk callus. Namun menyebabkan cacat pada batang sehingga menurunkan kualitas batang.
Pohon yang diserang umumnya berumur dua tahun ke atas, semakin tua umur tegakan, biasanya persentase serangan lebih tinggi. Bahan makanan yang disukai larva boktor adalah bagian permukaan kayu gubal (Xylem) dan bagian permukaan kulit bagian dalam (Floem).
____________________________________________________________________
BACA JUGA: Melawan Epidemi Karat Tumor Sengon sejak Benih
____________________________________________________________________
Ulat akan segera menggerek kulit bagian dalam atau menyerang kayu muda ke arah bawah. Menjelang fase kepompong ulat mengebor kearah atas hingga sekitar 20cm, ulat akan menjadi kepompong dengan kepala menghadap ke bawah. Umur fase ulat sekitar lima sampai enam bulan dan fase kepompong 15 sampai 21 hari.
Preventif dan kuratif
Cara pengendalian hama boktor menggunakan dua pendekatan yaitu preventif dan kuratif. Pengendalian preventif sangat dianjurkan karena hama ini termasuk hama yang paling utama merusak mutu kayu dan kuantitas kayu sengon.
Batang sengon yang sudah dibelah, masih ada imago yang tumbuh/WIda Darwiati
Pengendalian kuratif dilakukan apabila sudah terjadi serangan pada hamparan populasi pohon. Ambang kendalinya dilakukan apabila mulai ada serangan satu pohon atau terdapat penerbangan kumbang dewasa, dilakukan pemeriksaan pohon yang diserang untuk diganti dengan tanaman yang baru.
Lakukan pengendalian secepatnya untuk menghindari ledakan atau penyebaran hama ini. Dapat juga pengendalian dengan menggunakan secara fisik dengan membakar batang yang terserang boktor, menggunakan insektisida hayati. Pengendalian secara biologis juga pengendalian dengan mengkombinasikan beberapa cara pengendalian yang kompatibel, efektif dan efisien.*